Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Perusahaan Penyebab Pencemaran di Danau Toba Simalungun Harus Diusir

Tanjung Unta Tigaras. Foto Asenk Lee Saragih


SIMALUNGUN- Banyak perusahaan di Pematangsiantar-Simalungun, khususnya kawasan Danau Toba, yang menyalahi analisa dampak lingkungan (Amdal) dengan melakukan ekploitasi di luar ketentuan perizinan. Kondisi ini pun harus diawasi betul, terutama oleh masyarakat dan pemerintah, karena masyarakat juga yang akan jadi korban kerusakan lingkungan tersebut.

Hal tersebut disampaikan Ketua Generation of Action (GOA) Siantar-Simalungun Lamhot Sitorus, Senin (2/6), menanggapi pencemaran yang kian banyak terjadi. Lamhot juga menjelaskan, dari beberapa perusahaan tersebut, belum tentu sistem pelaporannya dilakukan secara terus-menerus. “Hal ini belum sepenuhnya berlangsung baik. Kadang dilaporkan, kadang tidak oleh pihak perusahaan itu sendiri,” ujar Lamhot.

Selain itu, sambung Lamhot, dokumen Usaha Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) juga harus diperhatikan keabsahannya. Pasalnya, UKL/UPL adalah salah satu instrumen pengelolaan lingkungan yang menjadi persyaratan perizinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor. 

“Dokumen UKL/UPL dibuat pada fase perencanaan proyek sebagai kelengkapan dalam memperoleh perizinan untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi dengan skala pengendaliannya kecil dan tidak kompleks. Ini harus benar-benar diperhatikan. Apalagi di kawasan Danau Toba, yang merupakan kebanggaan masyarakat Sumatera Utara,” katanya.

Sebab, kata Lamhot, dalam dokumen AMDAL, perusahaan atau pemrakarsa kegiatan diwajibkan menandatangani surat pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan yang sudah diprediksi akan terjadi. Namun, kenyatannya, tidak seperti yang diharapkan. Masih banyak pencemaran-pencemaran yang terjadi yang sangat beresiko akan kelangsungan hidup biota danau, bahkan masyarakat sekitar.

Karena itu, sambung Lamhot, keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL yang akan dilakukan oleh suatu usaha atau kegiatan sangat penting sesuai PP 27/1999. Tujuannya, untuk melindungi kepentingan masyarakat itu sendiri.
Menurut Lamhot, peraturan tersebut memberikan hak kepada masyarakat untuk ikut terlibat dan mendapat keterbukaan informasi dalam pengambilan keputusan atas rencana usaha atau kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan.

“UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, boleh jadi merupakan harapan baru bagi masyarakat untuk mendapat jaminan lingkungan hidup yang baik sesuai amanat UUD 45 pasal 28. Berdasarkan UU tersebut, setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan wajib disertai AMDAL,” jelas Lamhot.

“Karenanya, jika sebelumnya sering terdengar berita terjadinya kerusakan lingkungan oleh suatu perusahaan karena AMDAL asal-asalan, mulai sekarang mari kita berperan dalam memantau pelaksanaan AMDAL tersebut. Lihatlah apakah penyusunnya memiliki kompetensi dan tersertifikasi di bidang itu? Apakah perusahaan penyusun AMDAL teregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan apakah komisi penilainya memiliki lisensi untuk meluluskan AMDAL itu?” tegas Lamhot.

Lamhot juga mengingatkan, meskipun perusahaan yang akan menyusun AMDAL diwajibkan mengumumkan rencana AMDAL tersebut melalui media masa, masyarakat harus tetap membuka mata dan telinga jangan sampai ada perusahaan yang akan berdiri di sekitar lolos dari peran serta masyarakat dalam penyusunan AMDAL. 

Katanya, undang-undang lingkungan hidup kali ini dengan jelas menyebutkan bahwa pelanggar-pelanggar lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana. Selain perusahaan yang akan membangun proyek, pihak-pihak terkait seperti para penyusun AMDAL pun dapat dikenakan sanksi jika terbukti memanipulasi atau melakukan sesuatu yang melebihi wewenangnya dalam menetapkan rencana pengendalian lingkungan.

“Masyarakat yang berhak terlibat dalam penyusunan AMDAL berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL, seperti kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.

Lamhot menyampaikan, dari semua undang-undang yang dibuat adalah untuk mengurangi banyaknya masalah AMDAL yang terjadi dan disebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar Danau Toba dan sekitarnya. Masalah AMDAL juga dapat disebabkan oleh kurang pedulinya penduduk yang tinggal di sekitar Danau Toba. 
 
“Jadi, yang membuat kerusakan di Danau Toba adalah perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah aliran atau berlokasi di daerah Danau Toba. Ini harus jadi perhatian serius sebelum pencemaran yang makin parah justru akan mengancam kelangsungan hidup kita,” ujarnya mengakhiri.(MSC)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments