Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Museum Simalungun Butuh Perhatian Pemerintah

Museum Simalungun yang terletak di Pematang Siantar, Sumatera Utara butuh perhatian dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah setempat mengingat kondisinya yang semakin memprihatinkan.
"Museum itu sangat bersejarah karena merupakan museum pertama di Sumatera Utara (Sumut) yang dibangun tahun 1931. Namun dewasa ini kondisinya sudah sangat parah, sepi pengunjung, koleksi banyak hilang dan kurang apresiasi dari pemerintah," kata staf peneliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan, Erond Damanik, di Medan, Jumat.

Ia mengatakan, keberadaan museum tersebut sangat berkaitan erat dengan kebudayaan tujuh kerajaan yang ada di daerah itu pada masa lalu. Karena sebagian besar koleksi museum itu merupakan sumbangan ketujuh kerajaan tersebut.

Dorongan membangun museum tersebut bermula dari disertasi Dr. A.N.J. Th. Van Der Hoop dengan judul "Megalitich Remains in South Sumatera" (1932) yang menceritakan megalitik di Sumatera Selatan.

Atas dasar itu Kontelir G.L. Tichelman (kontelir Simalungun) melakukan penyelidikan di Simalungun dengan mengundang ke tujuh raja (raja na pitu) yang ada di Simalungun untuk melakukan "Kerapatan Nabolon" (Sidang Raya), perihal peninggalan megalitik yang ada di daerah ini.

Kerapatan yang digelar 5 September 1935 itu menunjuk Majda Purba untuk mengunjungi setiap daerah-daerah yang dinyatakan memiliki megalitik. Salah satu peninggalan yang sangat berharga adalah Archa Silapalapa yang pada tahun 1938 dipindahkan dari Pematang Siantar ke Rijks Museum di Amsterdam, Belanda.

"Akhirnya ketujuh kerajaan itu yang memberikan sumbangan koleksi seperti pustaha, peralatan, perhiasan emas dan perak, pakaian tradisional, patung batu dan lain-lain untuk dipajang di dalam museum itu," katanya.

 Jadi, lanjutnya, merujuk kepada aspek historis tersebut, sebenarnya museum Simalungun memiliki nilai historis yang sangat tinggi.Disamping menjadi prestise orang Simalungun, museum itu juga merupakan museum pertama di Sumut.

Namun sayangnya kondisinya saat ini sangat memprihatinkan karena kurangnya perhatian dari Partuha Maujana Simalungun (PMS) maupun pemerintah kabupaten setempat.

"Bukan itu saja, disamping sepi pengunjung koleksinya  juga banyak berhilangan. Kalau sudha demikian apa lagi yang bisa dilihat dari museum itu, padahal keberadaan museum salah satunya adalah sebagai informasi kepada generasi mendatang akan peradaban di daerah itu pada masa lalu," katanya.

Untuk itu, ia mengharapkan agar pemerintah daerah setempat berkeinginan untuk merevitalisasi museum tersebut dengan cara merestorasinya, memperbanyak koleksi serta penataan manajemen.

"Jika perlu dilakukan pembangunan museum Simalungun yang lebih besar sehingga dapat menjadi destinasi wisata yang pada giliranya dapat menyumbangkan pendapatan bagi daerah itu," katanya. (ant)(MedanBisnis ) 

Museum Simalungun, Riwayatmu Kini

Pematangsiantar, Sauhur
Menteri Kebudayaan dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu saat berkunjung ke Museum Simalungun tanda didampingi Pejabat Pemkab Simalungun Desember 2011. Kunjungan itu diprakarsai Komunitas Jejak Simalungun

Menteri Kebudayaan dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu saat berkunjung ke Museum Simalungun tanda didampingi Pejabat Pemkab Simalungun Desember 2011. Kunjungan itu diprakarsai Komunitas Jejak Simalungun.


Staf honorer Museum Simalungun, Lili br Purba Pakapak

Museum Simalungun adalah bangunan spesifik Simalungun menyimpan berbagai benda-benda dan barang-barang purbakala peninggalan kerajaan-kerajaan di Simalungun. Berbagai koleksi yang ada di Museum Simalungun yang terletak di Pusat Kota Pematangsiantar, kini lusuh dan kusam dan terancam hancur dimakan rayap.

Pada tanggal 5 Januari 2012 lalu, penulis mengunjungi Museum Kebanggaan Simalungun tersebut. Di pintu gerbang Museum itu, penulis dikejutkan dengan kondisi pagar sebelah kiri depan museum roboh akibat selokan tergerus air. Kemudian melangkah ke belakang Museum itu tampak bangunan yang terbengkalai sudah belasan tahun.

Staf honorer Museum Simalungun, Lili br Purba Pakapak memandu penulis untuk melihat dengan kasat mata isi Museum Simalungun. Kurang lebih dari 30 menit, Batakpos mengamati koleksi-koleksi yang ada dalam museum, baik di lantai dasar dan lantai satu.

Isi dari Museum Simalungun itu diantaranya peralatan rumah tangga seperti : Parborason (tempat menyimpan beras), Pingga Pasu (piring nasi untuk raja), Tatabu (tempat menyimpan air), abal-abal (tempat menyimpan garam).

Peralatan pertanian seperti : wewean (alat memintal tali), hudali (cangkul), tajak (alat membajak tanah), agadi (alat menyadap nira), peralatan perinakan seperti bubu (penangkap ikan dari bamboo), taduhan (tempat menyimpan ikan), hirang-hirang (jaringan penampung ikan), hail (kail).

Tidak hanya disitu, penulis juga melihat kasat mata alat-alat kesenian seperti Ogung, Mong-mong, Heseh, Gondrang, Sarunei, Sordam, Arbab, Husapi dan alat-alat perhiasan seperti Suhul Gading (keris), raut (pisau kecil), Gotong (kopiah laki-laki), bajut (tas wanita), Bulang (tudung wanita), Suri-suri (selendang wanita), Gondit (ikat pinggang wanita), Doramani (perhiasan kepala pria).

Secara kasat mata, koleksi-koleksi Museum Simalungun tersebut kurang terawat dengan baik. Ragam koleksi hanya diletakkan pada dalam lemari biasa yang bisa dihinggapi serangga dan debu.

Banyak peninggalan sejarah itu dibiarkan lapuk dan using tanpa adaya upaya pengawetan dan perawatan yang maksimal. Sepertinya Pemerintah Kabupaten Simalungun kurang peduli dengan keberadaan Museum Simalungun tersebut. Perawatan dan pemeliharaan hanya dilimpahkan kepada Yayasan Museum Simalungun yang diketuai Drs Djomen Purba Pakapak.

Pandangan juga tertuju kepada rangka bangunan yang terbengkalai di belakang museum tersebut. Bangunan yang diperuntukkan gedung pertunjukan Adat, Budaya, Seni Simalungun serta ruang serga guna itu sudah terbengkalai pembangunannya selama 20 tahun.

Guna melanjutkan pembangunan yang terbengkalai itu, Yayasan Museum Simalungun telah membuat proposal pembangunan dengan anggaran Rp 1.185.000.000. Proposal itu ditanda tangani oleh Ketua Djomen Purba dan Sekretaris Tuahman Saragih. Namun hingga kini hasil dari proposal itu belum diketahui pasti.

Menurut Staf honorer Museum Simalungun, Lili br Purba Pakapak, keberadaan Museum Simalungun memang memprihatinkan. Selain biaya operasional dan perawatan minim, kunjungan ke Museum Simalungun dari 2005 hingga 2011 sangat minim.

Dari data yang terpajang di papan di Ruang Staf Museum Simalungun, jumlah kunjungan dari tahun 2005 hingga 2010 hanya 156 orang setiap bulannya. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada tahun 1972 hingga 2001 yang mencapai 4600 orang setiap bulannya.

Menurut Lili, tiga pegawai staf Museum Simalungun hanya diupah Rp 500.000 per bulan. Mereka meminta Pemkab Simalungun mengalokasikan anggaran untuk staf Museum Simalungun sesuai dengan standar.

“Kita hanya diupah minim. Hanya dengan isme kita terhadap Simalungun, hingga kini kami bertahan menjadi staf Museum Simalungun ini. Kita berharap ada perhatian Bupati Simalungun,”kata Lili br Purba didampingi Trieselda br Purba Tua, staf lainnya. Asenk lee saragih

Foto-foto Pendukung di Museum Simalungun.















FOTO-FOTO ASENK LEE SARAGIH. 0812 7477587

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments